Langsung ke konten utama

Kalau begitu, hukum mati saja siswa penyontek!!!


Kalau begitu, hukum mati saja siswa penyontek!!!

Banyak peristiwa besar yang terjadi hanya karena peristiwa kecil yang dianggap sepele. Seperti kisah penyelamatan oleh tentara inggris bernama Henry Tandey, yang mengasihani dan melepaskan seorang kurir tentara Jerman yang terluka. Namun, sebab kejadian itu lebih dari 60 juta manusia harus meninggal pada peristiwa holocaust. Ya, orang yang diselamatkan Henry Tandey bernama Adolf Hitler; kita menyebut fenomena itu sebagai, “butterfly efect”: yaitu perubahan kecil pada suatu kejadian dapat berpengaruh besar pada peristiwa setelahnya secara linear. Walaupun, ini hanya sebuah bentuk penggambaran, sebab tidak ada hubungan kausalitas yang jelas antara peristiwa satu ke yang lainnya.

Namun, apa hubungannya dengan siswa penyontek? Mindset manipulatif dan tidak jujur yang tertanam pada tipikal siswa yang hobi menyontek, adalah cikal bakal mindset manipulatif dan tidak jujurnya para pejabat yang korup. Dengan kata lain, para pejabat yang doyan korupsi berawal dari kebiasaan kecil yang dianggap lumrah, bahkan mendarah daging di negeri tercinta kita ini, yaitu “menyontek”.

Hanya saja, tipikal siswa kampret tersebut tidak memiliki akses terhadap uang yang mampu memperkaya diri sendiri. Pun jika memang punya, saya yakin siswa tersebut pasti akan melakukannya juga; jika nilai yang tidak jelas implementasinya saja dimanipulasi, apalagi uang yang bisa untuk dibuat jajan dan menyejahterakan diri sendiri?

Ironisnya, penidikan seolah menganggap itu sebuah hal yang lumrah. Bahkan ada oknum pengawas yang mempersilahkan menyontek asalkan tidak rame. Atau menjadikan pengalaman pribadi menjadi sebuah alibi dan apologi pada kegiatan tersebut, dengan mengatakan: "dulu saya juga nyontek". 

Kegagalan (oknum) guru untuk menanamkan paradigma transformatif, turut andil bagian besar pada kulur destruktif jangka panjang ini. Terlebih, diperparah dengan mob mentallity dengan ikut-ikutan menyontek hanya kerena teman-temannya juga menyontek. Jika hal ini terus berlangsung, tidak berlebihan jika saya menyebut bahwa idealisme anak justru mati di bangku sekolah.  

Memang ini adalah masalah individual, tetapi sekolah sebagai bentuk pendidikan yang terlembaga, seharusnya juga menaruh perhatian lebih pada pembentukan paradigma siswa. Sebab, paradigma siswa pada awal masa tumbuh kembangnya–dimana masih haus akan tanya—berdampak besar pada masa depan yang tidak hanya berimplikasi pada dirinya saja, tetapi juga orang di sekitarnya, bahkan mungkin juga negaranya. Maka, kerangka pemikiran dan mindset yang berkemajuan, sangat menempati posisi yang krusial.

Jadi, tidak perlu gembar-gembor hukum mati para koruptor, kalau akar rumputnya saja masih dipelihara bahkan sudah menjadi budaya. Harapan negeri bebas korupsi akan tetap utopia sampai kita mampu berpikir kritis dan mampu memproyeksikan visi masa depan yang berorientasi pada kemajuan. Penulis juga yakin, mas-mas SJW yang sangat vokal namun setelah dapat kedudukan jadi bungkam juga tipikal siswa yang hobi menyontek. Sebab cerewet kalau jawaban belum dapat, tapi setelah dapat kunci jawaban dia baru diam. Mas-mas SJW yang seperti itu bersuara bukan sebab membela rakyat, tapi sebab dia merasa dirugikan secara sepihak. Masa bodoh kepentingan umat. kalau sudah kenyang ngapai mikirin rakyat? Iya kan?

Kita hanya diberi doktrin jika orientasi utama dari sekolah hanya nilai, nilai dan nilai. Tidak ada yang lain. Substansi dari bahan ajar sekolah hanya bermuara pada akumulasi angka. Ya jangan salahkan kalau pejabat berpikir uang, uang dan uang. Bukankah menjabat itu suatu pekerjaan? Maka menjadi konsekwensi logis kalau hanya mengharap gaji. Tidak perlu diprotes. Percuma.  Seperti menebar garam pada lautan. Lebih baik benahi dulu akar rumputnya. Setelah itu dahan dan ranting akan ikut berubah. Kalau budaya yang menjadi dogma dalam pendidikan bagus, kualitas masyarakat juga akan bagus. Kan?

Tetapi saya sadar, tidak sesimplistis itu...

Nb: saya tidak ingin bertindak amoral dengan mengartikan judul tulisan ini secara literal. Saya yakin, anda bisa menilai itu.


Komentar

Posting Komentar