Sekolah: siswa tidak perlu proaktif,
apalagi berpikir kritis
Proaktif sudah menjadi sebuah tuntutan. Keaktifan siswa dalam pembelajaran selalu saja dipertanyakan. Tidak bosan frasa “pro-aktif” disuarakan, dengan harapan mampu untuk terealisasikan. Namun, mengapa demikian? Bukankkah kita masih terjebak pada paradigma yang ketinggalan zaman? Masih tidak tepat rasanya mengimplementasikan pemikiran yang berkemajuan, apalagi yang bertolak belakang dengan sebuah kebiasaan.
Siswa tidak perlu proaktif, menjadi proaktif mentok-mentok hanya dianggap pencitraan. pelakunya tidak lebih hanya menjadi bahan pembicaraan. Berubah menjadi objek nyinyiran tanpa perlu sebuah alasan—hanya pelampiasan. Menjadi proaktif artinya siap untuk dikucilkan. Dijauhi teman yang memang tidak pernah sepemikiran, dan dibenci dalam suatu lingkup pertemanan. Menjadi proaktif artinya rela menjadi babu dalam pembelajaran; bisa sebab berkompeten untuk menyelesaikan, atau memang karena tidak ada yang mau diberi beban. Menjadi proaktif jangan harap mendapat penghargaan, apresiasi yang murni dari hati pun jarang untuk didapatkan. Jadi, masihkah tuntutan proaktif pada siswa relevan?
Berpikir kritis pun begitu. Membantah sebuah opini yang tak pasti dianggap bacot memelulu. Laksana mengkritisi kebijakan publik yang “bijak”-nya saja tidak tentu. Siwa dituntut untuk selalu setuju, tanpa harus mencerna setiap perkataan dari guru. Jika tidak mau seperti itu, siap-siap dengan neraka menjadi tempat tinggalmu. Oh mengapa bisa begitu? Hmm… aku pun tidak tahu.
Siswa yang membantah dinilai dari perspektif kesopanan, padahal mereka punya ketajaman pemikiran hingga mampu mempertanyakan kelemahan suatu gagasan. Ancaman demi ancaman dilayangkan demi membungkam suatu kebebasan. “Mau nilai kamu saya kurangi?”, “ingin kamu saya keluarkan dari sekolah ini?” ah… sekolah sudah tidak asyik lagi. keakraban masih menjadi nilai lebih untuk mengajukan sebuah opini. Siswa tak berprestasi atau memang malas menunjukkan eksistensi kalah dengan budaya pilih-pilih yang tinggi, apalagi jika sudah berbeda “posisi”, yah… mau bagaimana lagi?
Tidak ada korelasi antara siswa, proaktif, dan berpikir kritis. Untuk apa
siswa di doktrin untuk proaktif? Untuk apa pada peta konsep buku paket
tertulis, “tujuan: supaya siswa mampu berpikir kritis” lhah, itu kebohongan
yang retoris. Lebih aman menjadi siswa biasa saja… tanpa prestasi menonjol tapi
juga jangan terlalu tolol. Tidak perlu menampakkan eksistensi, sekolah tidak
berfungsi untuk mencari label diri, cukup nikmati. Tetapi ingat! Bisa jadi
pasangan sehidup semati anda ada dalam sekolah ini, jadi jangan putus asa
mencari. Dari pada energi terbuang demi Pr04kTiF dan BeRpiK1r Kr1t1S, lebih
baik menjalin hubungan dengan pacar yang romantis, tanpa harus terikat
pelajaran-pelajaran teoritis.
Seorang siswa yang pro aktif dapat menjatuhkan diri sendiri dalam jurang kebencian, untuk apa jadi siswa yang pro aktif jika itu merugikan diri sendiri? Menjadi diri sendiri itu lebih baik. Dan disekolah, kita diharapkan dapat menjadi lebih baik dengan "BELAJAR" dan diharapkan dapat menjadi orang yang kelak akan sukses dimasa depan. Jangan menjadi orang yang suka membuat janji palsu karena setiap janji palsu yang kita ucapkan, akan berdampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, kita dituntut untuk berpikir cermat sebelum bertindak dan tidak asal dalam berbicara, tidak perlu terburu-buru untuk mengambil keputusan. Setiap ujian pasti ada hikmahnya, teruslah berdoa agar diberi kemudahan dalam menghadapi segala ujian hidup yang ada. Jadilah diri sendiri, tetap optimis, dan selalu bersemangat. Usaha tak akan mengkhianati hasil.
BalasHapusSaya tidak setuju dengan artikel bahwa menjadi proaktif tidak penting, menurut saya menjadi proaktif itu sangat penting karena kita disekolah bukan hanya dituntut untuk mendapatkan nilai baik dan bagaimana kita menempatkan diri terlihat baik di depan guru atau dalam artian kita harus pandai memikat hati guru. Dan menjadi proaktif pasti mendapat nilai tersendiri didepan guru-guru maupun warga sekolah. Dan untuk berfikir kritis itu sangat penting menurut ku karena dalam keadaan apapun kita tetap dituntut untuk berfikir kritis agar tidak mengambil keputusan yang salah, keliru atau dapat merugikan diri kita. Untuk orang yang hanya diam² saja menurut saya itu orang pemalas tidak mau berkembang.
BalasHapusMenurut saya jika ada sebuah pertanyaan ,apakah sekolah hanya menuntut nilai tinggi? Dan berpikir kritis serta proaktif tidak penting ?
BalasHapusBerpikir kritis dan bersikap proaktif sangat penting,yang saya rasakan ketika bapak/ibu guru memberikan materi atau soal, tidak lain dan tidak bukan untuk membuat muridnya bisa berpikir kritis dan proaktif . Semisal ketika kita diberikan soal matematika,pastinya kita harus membaca terlebih dahulu apa yang diinginkan soal ,apa yang harus dikerjakan,mana yang harus didahulukan,dan mana yang harus dikerjakan setelahnya.Disaat kita membaca soal disitu kita dituntut berpikir kritis. Otomatis setelah kita membaca soal,memahami apa maksudnya kita langsung mengerjakan,disitulah kita mulai proaktif,ketika sudah menemukan jawabannya pasti bapak / ibu guru sering menyuruh kita untuk kedepan menulis jawabannya ,disana kita bisa melihat mana siswa yang proaktif dan tidak. Lalu apakah sekolah hanya menuntut nilai tinggi? Ketika siswa dapat mengerjakan soal,mendapatkan jawaban yang tepat pastinya mereka akan mendapatkan nilai yang bagus ,bagaimana cara mendapatkan nilai bagus? Pasti itu semua didapatkan dari kerja kerasnya berpikir kritis dan proaktif selama pembelajaran. Jadi tidak bisa disalahkan kalau nilai menjadi tolak ukur disekolah. Lalu mengenai seorang guru yang merasa kalau ada muridnya yang mengkritisi beliau,masih dianggap tidak sopan dan lainnya.Saya rasa tergantung bagaimana cara siswa tersebut menyampaikan kritiknya,dan bagaimana cara guru tersebut menerima kritik dari siswanya.Anggapan bahwa "memberi kritikan ke guru sama dengan tidak sopan" saya rasa sudah sangat kuno,sekarang sudah banyak guru yang malah memberikan waktu untuk siswanya mengkritik ,apa yang salah dengan pembelajarannya,apa yang kurang tepat,apa yang kurang nyaman di KBM dari guru tersebut.Kesimpulan dari saya kritis serta proaktif itu sangat penting,dan bagus. (Apabila kritis tersebut dilakukan sesuai porsi sewajarnya ,tidak berlebihan,dan disampaikan dengan tidak menghilangkan etika dalam mengkritisi) .sekian itu menurut komentar pribadi saya,kalau ada kata yang kurang tepat saya mohon maaf!