Langsung ke konten utama

Agama: antara topeng, tameng, dan nilai tukarnya…


 Agama: antara topeng, tameng, dan nilai tukarnya…


Ada tujuh agama di Indonesia, enam diantaranya diajarkan di sekolah seperti biasa, satu lagi muncul sebab ada naluri untuk bisa berkuasa (agama politik maksud saya); Fungsi agama adalah memperbaiki moralitas, bukan alat untuk menindas, atau melanggengkan otoritas, tapi di rancah politik, antara benar dan salah hanya selisih sebelas dua belas...

Di dunia politik agama juga "dipacari". Namun kesakralan dan kemurnian ajarannya terasa dikebiri. Sedikit pun tidak menyentuh nilai substansi itu sendiri; Oh… seperti itukah implementasi "agama" dari negara yang “katanya” paling religius sedunia ini? hmm... saya kira pendekatan surveinya harus dipikirkan lagi, atau jika perlu hasilnya harus direvisi.

Agama juga bisa jadi alibi terkuat untuk melancarkan aksi bejat. Orang-orang berlomba berpakaian seperti ulama demi bisa meraih hati masyarakat. Dengan tipu muslihat itu banyak orang yang akhirnya terjerat, dan dengan polosnya mau saja diperalat. Seperti kasus .... (anda tahu sendiri). Ah… apa boleh buat? 

Agama adalah kendaraan utama untuk memobilisasi masa. Dengan panggilan "agama", semua orang diajak untuk lantang berbicara. Bukan dakwah lho ya, tapi untuk melengserkan orang yang berkuasa. Contohnya seperti gerakan dua satu ***; “Otoritas harus memeluk agama mayoritas!” demi menjaga elektabilitas, persetan dengan yang berkapasitas, mau korupsi atau apapun itu semuanya mah bebas, yang terpenting suntikan dana tetap mengalir deras… yakan mas-mas panitia?

Agama itu fleksibel, ajarannya relevan disegala aspek kehidupan dari dulu hingga sekarang. Namun, bagi para penggila jabatan, "ajaran" itu bisa di giring kesana-kemari demi mendapat keuntungan. Dari menjatuhkan pihak lawan yang bersebrangan, panggung untuk ajang pencitraan, hingga tameng untuk segala bentuk kejahatan; “Woiya dong, orang agamis kan tidak akan korupsi, kolusi, dan nepotisme, sebab mereka itu suci” ah… stereotipe yang sangat merugikan sekali...

Agama masih menjadi diskriminasi tertinggi di negeri ini (selain gender dan etnis). Minoritas mana bisa berada di jabatan tertinggi? jika ngeyel siap-siap untuk dapat surat "somasi"; Diskriminasi juga tidak sebatas di posisi. Buktinya, toa masjid bebas dipasang di sana-sini, namun lonceng gereja dilarang untuk berbunyi. Bahkan pembangunan rumah ibadah minoritas pun ada oknum yang menghalangi. Masalahnya ada pada orang yang sok islami, entah sebab punya kepentingan pribadi, atau sekedar mendongkrak eksistensi.

Berbekal berita yang tak pasti, mereka (orang yang mengaku islami) memprovokasi untuk terjun berkontribusi: "lengserkan si A, dia antek komunis, penista agama, darahnya HALAL!!!” dari statement tersebut saya baru mengetahui, jika sekarang halal haram sudah tidak hanya tugas MUI. Hmm.. jan angel… angel… ya mau bagaimana lagi? walaupun disatu sisi, agama (dalam bidang politik)  menjadi alat untuk memperawet legitimasi, namun terkadang di sisi lain juga bisa menjadi pembunuh diri sendiri.

Paling menjengkelkan jika agamaisasi merambah di dunia marketing. memberi label agama pada produk jualan demi menaikkan rating. hmm... sangat tydack pentink... sekalian saja pohon cemara, kurma, onta, dan salju, jadikan simbol agama tertentu; Mau sampai kapan kita tidak maju? jika cara berpikirnya masih seperti itu... 

sedikit tips nih, anda ingin menang berpolitik? atau omzet penjualan anda naik? Gampang, gencarkan propaganda tentang agama, semua orang pasti akan terpikat dan terpedaya. Jangan lupa atributnya! Peci hitam dan tangan “ngapurancang” serta senyum manis yang memanjakan mata. Satu lagi, nama. Nama adalah point yang krusial, ganti nama anda agar terdengar lebih ketimurtengahan islami, supaya masyarakat lebih percaya dengan apa yang anda ucapkan nanti. Niscaya, anda mampu mengambil hati calon rakyat/calon pembeli anda dikemudian hari. Jabatan bupati? Gubernur? Walikota? atau sekedar ingin memperluas usaha anda? Ah… semuanya bisa anda dapat dengan mudah sebentar lagi. Urusan didemo itu belakangan, yang penting sekarang perut anda kenyang… benar kan?



Komentar

  1. Ketika berbicara tentang agama sbg budaya dan keimanan yg semakin longgar. Tidak seharusnya keyakinan itu dipertontonkan apalagi diperjualbelikan.

    BalasHapus

Posting Komentar